Bursa Kripto Resmi Terbentuk, Apa Dampaknya Bagi Nasabah?

Journalinti.id – Pelaku industri aset kripto di Indonesia menyambut positif telah terbentuknya Bursa Kripto serta lembaga terkait lainnya yaitu Kliring dan Depositori atau Pengelola Tempat Penyimpanan Aset Kripto.

Hadirnya tiga lembaga ini memperkuat ekosistem industri kripto yang sudah ada di Indonesia dalam satu dekade terakhir dan diharapkan semakin memperkuat aspek perlindungan konsumen atau nasabah.

Robby, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) mengatakan setelah Bursa Kripto resmi terbentuk, perushaan exchanger yang selama ini berstatus Calon Pedagang Fisik Aset Kripto akan mendaftar ke Bursa untuk menjadi anggota.

“Itu waktunya satu bulan setelah Bursa itu hadir, wajib daftarkan diri,” ujar Robby kepada theiconomics.com, Jumat (21/7).

Bila memenuhi syarat, lanjut Robby, maka selanjutnya Calon Pedagang Fisik Aset Kripto (exchanger) mendapatkan Surat Persetujuan Anggota Bursa (SPAB).

Setelah meperoleh SPAB, Calon Pedagang Fisik Aset Kripto mendaftar ke Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) untuk mendapat izin sebagai Pedagang Fisik Aset Kripto.

“Harus menjadi anggota Bursa dulu baru bisa mengajukan perizinan sebagai Pedagang Fisik Aset Kripto di Bappebti,”ujar Robby yang juga merupakan Co-Founder Reku.

Terpisah, CEO Tokocrypto, Yudhono Rawis menyambut baik dan mengapresiasi penetapan Bursa, Kliring, dan Pengelola Tempat Penyimpanan Aset Kripto oleh Bappebti.

Menurutnya penetapan ini merupakan langkah penting dalam memperkuat posisi Indonesia menjadi salah satu pusat perdagangan dan inovasi aset kripto, serta ekosistem digital di Asia Tenggara. Terlebih bursa kripto atau bursa berjangka ini menjadi yang pertama di dunia.

“Kami sebagai salah satu pelaku industri, mendukung dan menunggu arahan strategis lainnya berkenaan dengan penetapan kelembagaan ini di mana Tokocrypto akan tetap mengedepankan kenyamanan dan keamanan pengguna, jika ada perubahan atau penyesuaian yang harus dilakukan,” kata Yudho dalam keterangan pers yang diterima Jumat (21/7).

Melindungi Nasabah

Yudho mengatakan kelembagaan ekosistem industri aset kripto yang lengkap bisa menyediakan kepastian hukum, transparansi, dan perlindungan bagi para pelaku bisnis serta investor di dalamnya. Selain itu, keberadaan kelembagaan ini juga dapat memperluas aksesibilitas terhadap aset kripto bagi masyarakat umum.

Hal senada juga disampaikan Robby. Menurut Robby keberadaan Bursa, Kliring dan Depositori akan memperkuat asepek perlindungan konsumen, sekaligus meringankan kerja Pedagang Fisik Aset Kripto dalam mengelola dana dan aset nasabah.

Ketiga lembaga baru ini memiliki peran yang berbeda. Namun, menurut Robby tidak mengubah secara fundamental proses yang sudah berlangsung selama ini.

Bursa misalnya akan berperan menerima laporan pencatatan transaksi yang terjdi di spot. Sebelum ada Bursa, exchanger atau Calon Pedagang Fisik Aset Kripto melaporkan transaksi ke Bappebti.

“Laporan transaksi harian, laporan keuangan, semua laporan; kan itu mekamisme yang dulunya harusnya kalau sudah ada Bursa bukan ke Bappebti tetapi ke Bursa,” ujar Robby.

Kliring juga akan berperan penting. Kliring akan menampung dana nasabah. “Artinya, dana nasabah itu enggak masuk di Pedagang [exchanger] lagi, yang selama ini ada di Pedagang,” ujarnya.

Terkait dana ini, Robby mengatakan exchager atau Pedagang Fisik Aset Kripto akan melaporkan akun-akun nasabah yang ada di masing-masing platform atau exchanger ke Kliring sebagai akun kustodian.

Selanjutnya, lembaga Depositori beperan dalam menyimpan aset kripto milik nasabah. “Tetap wallet yang dituju kepada Pedagangnya, tetapi pengelolaan hak aksesnya itu sudah enggak di kita, sudah ada di Depositori,” jelas Robby.

Meski akan ada banyak lemabag yang terlibat dalam perdagangan fisik aset kripto, Robby mengatakan prosesnya tetap akan seamless seperti selama ini. Ia mengatakan di sisi Pengguna atau nasabah proses tetap berjalan seperti biasa.

“Di sisi Pengguna itu enggak akan ada efek, efeknya hanya di belakang, di Pedagang saja. Artinya, sekarang Pedagang enggak pegang uang, enggak pegang aset lagi,” ujarnya.

Dengan adanya tiga lembaga baru ini, tambah Robby, Pedagang Fisik Aset Kripto atau exchanger tak lagi bisa mengakses dana dan aset nasabah secara langsung. “Adanya tiga lembaga ini sudah pasti otomatis dana nasabah lebih terjamin,” ujarnya.

Dengan demikian, tanggung jawab atas perlindungan nasabah tak lagi berada pada satu pihak yaitu Pedangan Fisik Aset Kripto seperti selama ini, tetapi tersebar di tiga lembaga baru.

“Artinya, dana nasabah sudah ada yang mengawasi, bukan lagi di Pedagang sendiri, aset Pengguna sudah ada juga lembaga yang mengawasi bukan lagi ada di Pedagangnya. Pencatatan transaksi sudah pasti menjadi lebih baik karena ada lembaga yang melakukan pencatatan tersebut secara real time,” ujarnya.

Namun, diakui Robby, kehadiran tiga lembaga baru ini juga memicu kekhawatiran baru terutama terkait biaya transaksi. Keberadaan lembaga baru dalam ekosistem kripto ini tentu membutuhkan biaya baik biaya transaksi maupun pungutan keanggotaan. Padahal, beban pajak yang dikenakan sejak Mei 2022 sudah berpengaruh pada transaksi kripto di Indonesia. (ril)