Journalinti.id – Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) pada bulan Oktober 2023 mengalami inflasi sebesar 0,50% (mtm), setelah pada bulan sebelumnya mengalami inflasi sebesar 0,37% (mtm). Dengan perkembangan tersebut, secara tahunan, realisasi inflasi gabungan 2 Kota IHK Provinsi Sumatera Selatan sebesar 2,90% (yoy), lebih tinggi dari inflasi nasional sebesar 2,56% (yoy). Inflasi pada bulan laporan utamanya disumbang oleh kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga dengan andil 0,31% (mtm).
Komoditas penyumbang inflasi pada kelompok ini adalah tarif air minum PDAM dengan andil sebesar 0,294% (mtm). Kenaikan tarif air minum PDAM terjadi seiring dengan penyesuaian tarif air minum PDAM Tirta Musi Palembang untuk kelompok pelanggan I, II, III, dan IV per Oktober 2023 dikarenakan kenaikan biaya operasional.
Inflasi Provinsi Sumatera Selatan pada Oktober 2023 juga turut didorong oleh kenaikan harga komoditas cabai merah, beras, daging ayam ras dan bensin dengan andil masing-masing sebesar 0,065%, 0,051%, 0,028% dan 0,026% (mtm). Tekanan inflasi pada cabai merah disebabkan oleh penurunan pasokan cabai merah di daerah sentra seiring baru masuknya siklus tanam dan kemarau panjang sejak beberapa bulan lalu sebagai dampak fenomena El Nino.
Fenomena El Nino yang terus berkembang di Indonesia juga menyebabkan terjadinya kekeringan lahan yang berdampak pada tingginya biaya produksi dan berkurangnya luas lahan tanam padi di beberapa wilayah sehingga mendorong kenaikan harga jual beras di masyarakat. Selanjutnya, harga pakan yang masih tinggi menyebabkan tingginya harga komoditas daging ayam ras. Sementara, kenaikan harga komoditas bensin disebabkan oleh penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi per Oktober 2023 oleh pemerintah.
Untuk menjaga kestabilan inflasi ke depan, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sumsel menjalankan strategi 4K; Ketersediaan Pasokan, Keterjangkauan Harga, Kelancaran Distribusi, dan Komunikasi yang Efektif. Dalam konteks ketersediaan pasokan dan keterjangkauan harga, dilakukan pelaksanaan sidak pasar dan launching Toko Kepo (Kebutuhan Pokok) yang menjual bahan pangan pokok strategis. Pemantauan keterjangkauan harga juga dilakukan melalui pelaksanaan pasar murah di beberapa wilayah kabupaten/kota di Sumsel, termasuk pelaksanaan Gerakan Pangan Murah (GPM) Serentak Nasional di 7 (tujuh) titik lokasi, optimalisasi gerakan tanam rumah tangga, serta melakukan kajian efektivitas pemasaran produk pertanian melalui marketplace Aplikasi Pak Tani.
Selain itu, untuk memastikan kelancaran distribusi komoditas, dilakukan pengembangan infrastruktur serta fasilitasi penyediaan dan pendistribusian bawang merah oleh Bapanas dan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian dari petani di Kab. Nganjuk ke distributor Kota Palembang. Selanjutnya, melakukan komunikasi yang efektif di antaranya melalui publikasi kegiatan pengendalian inflasi, seperti publikasi jadwal GPM, himbauan belanja bijak kepada masyarakat melalui media massa, media sosial, maupun media elektronik, serta melaksanakan rapat koordinasi secara rutin.
Di tengah kondisi inflasi di Sumsel, keyakinan masyarakat terhadap kondisi perekonomian pada 6 (enam) bulan ke depan masih tetap kuat, baik dari aspek kegiatan usaha, peningkatan penghasilan, maupun ketersediaan lapangan kerja. Hal ini sesuai dengan hasil Survei Konsumen yang dilakukan Bank Indonesia, yaitu ditunjukkan dari angka indeks konsumen yang lebih besar dari 100. Namun, jika dibandingkan dengan kondisi pada bulan sebelumnya, Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE), Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) dan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) bulan Oktober 2023 tercatat mengalami penurunan, masing-masing menjadi 134,89; 147,56 dan 141,22.
Sebagai langkah untuk memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi dan stabilisasi inflasi ke depan, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 Oktober 2023 memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 6,00%. Kenaikan ini untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah dari dampak tingginya ketidakpastian global, serta sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memitigasi dampak terhadap inflasi barang impor (imported inflation). Sehingga, diharapkan inflasi dapat tetap terkendali dalam sasaran 3,0±1% pada 2023 dan 2,5±1% pada 2024. Ke depan, Bank Indonesia terus mencermati sejumlah risiko yang dapat menimbulkan tekanan terhadap inflasi, termasuk dampak kenaikan harga energi dan pangan global, serta tekanan depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap imported inflation.
Untuk itu, Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan mempererat sinergi dengan Pemerintah (Pusat dan Daerah) dan mitra strategis, termasuk penguatan program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID), serta Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Transaksi Pemerintah Pusat dan Daerah (P2DD). (**)