Journalinti.id – Amsterdam punya citra sebagai kota seks dan ganja. Kota di Belanda itu kini melarang merokok ganja di depan umum dan mengenakan denda untuk pelanggaran. Bisakah larangan tersebut mengubah reputasi pariwisatanya?
“Dilarang merokok ganja di tempat umum!” pengumuman itu tergantung di sekitar distrik lampu merah Amsterdam, atau De Wallen, demikian sebutannya dalam bahasa Belanda. Menurut undang-undang baru yang mulai berlaku sejak Mei lalu, mereka yang tertangkap merokok ganja di tempat umum, bisa dijatuhi denda sebesar 100 euro atau sekitar Rp1,6 juta.
Amsterdam memang ingin mengurangi jumlah wisatawan yang berpesta dan menyumbat jalan-jalan, terutama di kawasan De Wallen. Denda lain dapat dikenakan pada orang yang minum alkohol di jalanan umum atau buang air kecil sembarangan di depan umum.
Warga Inggris lain yang diwawancarai mengatakan, dia datang ke Amsterdam untuk ikut pameran dan sekarang sedang menikmati hari liburnya dengan mengunjungi distrik lampu merah. Pria itu menambahkan, dia tahu mengonsumsi ganja di depan umum sekarang ilegal, tetapi tidak mengira akan ada petugas polisi di sekitar tempat itu yang akan memeriksa.
Menghindari kerumunan turis berpesta
Pada hari-hari musim panas di bulan Juli ini, kawasan kota tua Amsterdam selalu dipadati turis. Namun, Amsterdam adalah tujuan wisata yang menarik untuk banyak hal, bukan hanya untuk sekadar berpesta ganja atau menyinggahi tempat prostitusi. Gedung-gedung tua dan kanal kuno dari abad ke-17 adalah Situs Warisan Dunia UNESCO dan museumnya berkelas dunia.
Sejak 2021, kota ini mulai membatasi jumlah kunjungan turis per tahun hanya sekitar 20 juta wisatawan. Namun, yang lebih memprihatinkan bagi para pejabat kota, adalah pesta-pesta liar di jalan-jalan sempit pusat kota pada malam hari. Untuk mengatasinya, aturan baru diberlakukan mulai Februari lalu, di antaranya aturan bagi rumah bordil, bar, dan pub di distrik lampu merah harus ditutup dua jam lebih awal.
Menurut sebuah survei, pengunjung dari Inggris sangat rentan terhadap konsumsi ganja yang tidak terkendali. Video menunjukkan bahwa mereka sering berakhir di kantor polisi atau di rumah sakit.
Els Iping dari inisiatif warga “Stop de gekte” atau “Hentikan kegilaan” percaya bahwa kampanye dan perubahan kecil seperti itu adalah langkah awal yang baik. Namun, itu saja tidak cukup untuk mengubah situasi secara keseluruhan. Dia sudah tinggal di Amsterdam selama 40 tahun dan sering harus membersihkan tangga luarnya dari muntahan para turis yang mabuk.
Banyak pengunjung yang tidak datang untuk mengagumi keindahan Amsterdam, kata Els Iping. Mereka hanya datang untuk “prostitusi, kedai kopi, dan pengedar narkoba”. Rumah bordil sudah ada sejak 1960an di Amsterdam. “Tapi ketika saya pindah ke sini, itu masih menjadi fenomena pinggiran. Saat itu, ada banyak toko dan bisnis lain. Sekarang semuanya tentang seks, narkoba, dan makanan cepat saji,” keluhnya.
Pariwisata dan kepentingan penduduk lokal
Anggota kelompok “Stop de gekte” sekarang punya ronda lingkungan, dengan mengenakan rompi kuning. Mereka menegur turis yang sedang berpesta dan mengingatkan bahwa Kota Amsterdam juga adalah rumah bagi orang biasa, yang membutuhkan istirahat pada malam hari. Sebagian besar turis menanggapi peringatan ini dengan ramah dan meminta maaf, kata Els Iping
Geerte Udo, kepala perusahaan pemasaran Amsterdam & Partners, mengatakan Amsterdam sudah begitu terkenal dan tidak perlu dipromosikan lagi. Namun dia mengakui, ekses wisata massal sudah menjadi masalah dalam beberapa tahun terakhir. “Di kota mana pun, Anda harus menghormati budaya lokal, kita mungkin sedikit kehilangan pandangan itu dalam 10, 15 tahun terakhir.”
Selama bertahun-tahun sudah ada usulan untuk melarang konsumsi ganja bagi turis dan memindahkan prostitusi dari pusat kota. Pada akhir 2023, akan dibuka “pusat erotis” baru untuk pekerja seks di pinggiran Kota Amsterdam. Namun, rencana itu ditentang pebisnis lokal dan para pekerja seks, yang mengatakan pemindahan itu malah membahayakan mata pencaharian mereka dan membahayakan keselamatan para pekerja seks di malam hari.
Sejak ada aturan baru, sudah ada perubahan positif. Orang-orang yang tinggal di pusat kota mengatakan keadaan menjadi sedikit lebih baik, terutama di malam hari. Namun, bagi Els Iping dan kelompoknya menuntut agar ganja hanya dijual secara legal kepada orang yang tinggal di Belanda dan tidak kepada turis. (DW)